Salafi, Jadilah Tamu yang Baik di Amal Usaha Muhammadiyah

Salafi, Jadilah Tamu yang Baik di Amal Usaha Muhammadiyah; Kołom oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Kota Surabaya.

Salafi, Jadilah Tamu yang Baik di Amal Usaha Muhammadiyah
G30S Ujian konstitusi
Prima Mari Kristanto

mdindonesia.id, Maraknya tulisan aktivis dan warga Muhammadiyah mengenai dakwah gerakan salafi menarik dicermati. Muncul prokontra bahkan ada yang mempertanyakan kenapa harus dipermasalahkan.

Bagi pengamat yang kurang terlibat di dalam ormas Muhammadiyah, baik terlibat aktif dalam gerakan kultural atau struktural, sepertinya sikap aktivis Muhammadiyah terhadap gerakan salafi berlebihan. 

Sebagian aktivis Muhammadiyah menulis di kolom-kolom media online, media sosial mereka, bahkan ada yang menulis buku tentang Muhammadiyah dan salafi.

Amal usaha Muhammadiyah terlebih masjid bagi aktivis struktural dan kultural Muhammadiyah bukan sekadar venue atau tempat shalat. Masjid-masjid Muhammadiyah sebagai tempat shalat berjamaah sudah pasti, di samping itu juga menjadi pusat pendidikan dan koordinasi beragam kegiatan. 

“Masjid-masjid Muhammadiyah yang ramah dan terbuka bagi semua kalangan seringkali dijadikan tempat berkumpul bahkan mengadakan kegiatan oleh aktivis dan jamaah salafi.” 

Dua tipe masjid Muhammadiyah yaitu yang secara jelas menamakan sebagai masjid Muhammadiyah, asetnya tercatat sebagai milik Persyarikatan atau tanpa menyebutkan nama Muhammadiyah dengan beragam sebab. Contoh yang kedua ini antara lain Masjid Jogokariyan di Yogyakarta dan Masjid Sunan Drajat di Lamongan. 

Telah disinggung dalam banyak tulisan tentang keberadaan kegiatan kelompok tertentu khususnya salafi di masjid-masjid Muhammadiyah. 

Masjid bagi aktivis dan warga Muhammadiyah merupakan sebuah kebanggaan atau base camp, bisa disetarakan dengan base camp sebuah klub sepakbola. Suporter bonek Persebaya Surabaya misalnya yang menjadikan Gelora 10 November Tambaksari dan kini Gelora Bung Tomo sebagai tempat yang sakral. 

Demikian juga tim dan suporter Liverpool yang sangat bangga dengan base camp mereka sampai-sampai punya jargon This is AnfieldBase camp atau bahasa sehari-hari menyebut kandang sebagai tempat yang sulit dijelaskan dengan kalimat. Suporter yang sekadar kumpulan massa saja punya kebanggaan, apalagi ormas berbadan hukum.

Gerakan dakwah salafi sebagai kelompok yang relatif baru dibandingkan Muhammadiyah, NU, Al Irsyad, Persis, Hidayatullah, dan sebagainya ibarat sedang mencari jati diri dan base camp. Masjid-masjid Muhammadiyah yang ramah dan terbuka bagi semua kalangan seringkali dijadikan tempat berkumpul bahkan mengadakan kegiatan oleh aktivis dan jamaah salafi. 

Tempat Penyebaran Ideologi

Benar jika ada yang menyebut masjid sebagai rumah Allah dan milik Allah, tidak terkecuali masjid-masjid Muhammadiyah. Pemberian nama dan penegasan masjid warga Muhammadiyah sebagai masjid Muhammadiyah penting adanya, mengingat sering terjadi beragam usaha mengambil alih masjid Muhammadiyah menjadi milik kelompok tertentu. Terakhir peristiwa di Cluring Banyuwangi Jawa Timur, juga di Bireun Aceh.

Amal usaha Muhammadiyah terlebih masjid sebagai amanah para qiyadah, para pendiri, para muwakif dan para pekerja yang mendirikannya. Para pendiri, muwaqif, dan qiyadah menginginkan masjid Muhammadiyah sebagai base camp, tempat berkumpul dan tempat menyebarkan ideologi Persyarikatan. 

Dengan demikian jika ada usaha-usaha untuk “melucuti” sebuah amal usaha Muhammadiyah dari atribut maupun ideologi Muhammadiyah perlu dilakukan proses tabayunsecara tegas. Ungkapan bahwa semua ormas  dan gerakan dakwah Islam adalah sama mirip dengan ungkapan para tokoh liberal bahwa semua agama sama.  

“Kekhawatiran sebagian qiyadah Muhammadiyah tentang keberadaan salafi sangat bisa dimengerti.”

Sepintas tidak ada yang salah, semua gerakan dakwah Islam adalah sama, sama-sama mensyiarkan Islam, mengajak masyarakat mengenal Tuhannya dengan lebih baik. Dan memang tidak ada yang salah, tetapi menyebutkan perbedaan di antara agama-agama dan gerakan-gerakan dakwah apakah salah?

Demi menghadirkan harmoni lebih indah, batas-batas persamaan dan perbedaan antaragama dan antargerakan dakwah sangat diperlukan.  Tidak selamanya sama rata sama rasa bisa diterima semua kalangan. Islam sendiri memiliki konsep keadilan dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban. 

Kekhawatiran sebagian qiyadah Muhammadiyah tentang keberadaan salafi sangat bisa dimengerti. Para qiyadah di Muhammadiyah ibarat orangtua yang bertanggung jawab atas keselamatan anggota keluarga, istri, anak-anak sampai harta milik mereka. 

Pengalaman masing-masing qiyadah Muhammadiyah dengan aktivitas gerakan salafi pasti berbeda satu sama lainnya. Sikap dan perasaan yang hanya bisa dimiliki oleh qiyadah yang mencintai ormas Muhammadiyah, termasuk mencintai warga dan amal-amal usahanya.

Amal Usaha Muhammadiyah

Ormas Muhammadiyah selain terdiri dari kumpulan massa yang sadar tentang Muhammadiyah, juga merupakan kumpulan amal-amal usaha. Dalam menjalankan gerak laju amal usahanya, Muhammadiyah kerap melibatkan banyak pihak termasuk non-Muhammadiyah, bahkan non-Muslim. 

Dengan mengajak kalangan di luar Muhammadiyah dan di luar Islam ikut menjalankan amal usaha diharapkan menjadi wasilah dakwah mengenalkan Islam dan ormas Muhammadiyah. Sewajarnya para tamu mengikuti segala aturan yang dibuat tuan rumah dan pemilik rumah, bukan malah mencari celah kelemahan untuk mencari keuntungan tertentu.

Usaha-usaha merongrong kewibawaan Muhammadiyah baik dalam hal ideologi dan amal usaha bukan hanya dilakukan oleh gerakan dakwah salafi saja, dan bukan saat ini. Banyak kisah kontak psikologis bahkan adu fisik antara warga Muhammadiyah dengan kelompok intoleran. 

Bukan lebai, tetapi kembali pada ungkapan bahwa cinta kadang tidak bisa dikatakan dengan bahasa. Ideologi tajdid yang berarti inovatif, terbuka dan toleran dengan hal-hal baru membuat ormas Muhammadiyah banyak didekati daripada ormas atau kelompok lain yang tertutup. 

Penting bagi warga Muhammadiyah untuk memperkuat akidah dan ideologi Muhammadiyah yang telah tertulis dalam beragam buku Pedoman Hidup Islami Warga MuhammadiyahHimpunan Putusan Tarjih, dan lain-lain. 

Bagi para qiyadah penting juga kiranya menyusun kurikulum ketahanan akidah dan ideologi warga Muhammadiyah agar tidak mudah terpesona gerakan-gerakan dakwah kelompok lain. 

“Tamu menghormati tuan rumah bagian dari akhlakul karimah. Secara otomatis tuan rumah pasti menghormati tamu yang paham adab dan sopan santun.”

Ibarat pasangan suami-istri, tidak salah misalnya sesekali terpesona dengan orang yang bertamu ke rumahnya. Tetapi wajib untuk mengingat dan memperkuat kembali komitmen cinta dan pilihannya agar tidak mudah “pindah ke lain hati”. 

Tujuan membangun mahligai cita-cita besar rumah tangga Muhammadiyah hanya pantas diemban oleh warga dan aktivis yang sadar tentang Muhammadiyah tanpa harus fanatik buta bahkan mengarah ke paham ashabiyah yang merendahkan atau menyalahkan kelompok lain yang berbeda ormas dan berbeda orientasi dakwah. 

Ketegangan Muhammadiyah dengan kelompok salafi semoga segera menemukan solusi. Menjadikan amal-amal usaha Muhammadiyah sebagai tempat belajar dan beraktivitas sebelum memiliki base camp sendiri bagi garakan dakwah yang belum memiliki tempat permanen bukan masalah. 

Membangun base camp sendiri akan lebih membanggakan dibandingkan mengganggu atau mengambil alih base camp kelompok lain. Tamu menghormati tuan rumah bagian dari akhlakul karimah. Secara otomatis tuan rumah pasti menghormati tamu yang paham adab dan sopan santun. Wallahualambishawab. (*)